Rabu, 24 Agustus 2011

** Arca Domas


Arca Domas;
Arah Kiblat dan Pusat Spiritual Orang Baduy

Oleh: K Muhamad Hakiki

Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Baduy adalah Sasaka Domas atau disebut Arca Domas, atau juga disebut Sasaka Pusaka Buana  yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Baduy mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali tepatnya pada bulan Kalima. Dalam proses pemujaan ini, biasanya yang terlibat hanyalah Puun yang merupakan ketua adat tertinggi diiringi dengan beberapa anggota masyarakat terpilih saja.

Di lngkungan kompleks Arca Domas tersebut terdapat sisa peninggalan zaman megalitik berupa bangunan berundak-undak dengan sejumlah menhir dan arca di atasnya, di tempat itu juga terdapat batu lumpang yang dianggap sakral menyimpan air hujan. Dari batu lumping ini masyarakat Baduy kerapkali mengambil isyarat alam. Menurut mereka, apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Baduy, itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan hasil panen padipun akan baik. Akan tetapi sebaliknya, apabila batu lumpang itu kering atau berair keruh, maka itu merupakan isyarat atau pertanda kegagalan panen.

Beberapa informan yang pernah ke sana menjelaskan bahwa tempat pemujaan itu merupakan sebuah bukit yang membentuk punden berundak sebanyak tujuh tingkatan, makin ke selatan undak-undakan tersebut makin tinggi dan suci. Dinding tiap-tiap undakan terdapat hambaro (benteng) yang terdiri atas susunan batu tegak (menhir) dari batu kali. Pada bagian puncak punden terdapat menhir dan arca batu. Arca batu inilah yang dikenal dengan sebutan Arca Domas (kata domas berarti keramat atau suci).

Arca Domas digambarkan menyerupai bentuk manusia yang sedang bertapa. Arca ini terbuat dari batu andesit dengan pengerjaan dan bentuk yang sangat sederhana (seperti arca tipe polinesia atau arca megalitik: penulis). Arca Domas ini terletak di tengah hutan yang sangat lebat tidak jauh dari mata air hulu sungai Ciujung. Kompleks Arca Domas ini meliputi areal sekitar 0,5 hektar dengan suhu yang sangat lembab, sehingga batu-batu yang ada di sana semuanya berwarna hijau ditumbuhi lumut. Kompleks Arca Domas ini juga dikenal dengan sebutan petak 13, karena undakan-undakan punden tersebut terdiri atas petak-petak yang berjumlah 13. Tiap petak dibatasi oleh batu kali dengan ukuran sisi-sisinya berkisar 3,5 meter. Dari ke-13 petak tersebut, hanya tiga petak yang ada isinya; petak pertama berisi 8 buah menhir (seperti makam) berorientasi utara-selatan; petak kedua berisi 5 buah menhir yang juga berorientasi utara-selatan; dan petak ketiga terdapat sebuah batu lumpang.

Upacara muja di Arca Domas oleh Orang Baduy setiap tahun diselenggarakan pada tanggal 16, 17, dan 18 bulan Kalima (pada tahun 1995 yang lalu bertepatan tanggal 14, 15, dan 16 Juli). Awal prosesi ini dimulai pada pagi hari tanggal 17 Kalima diundakan pertama. Puun Cikeusik memimpin upacara ini dengan membacakan mantra-mantra dan doa-doa tertentu sampai tengah hari. Setelah itu, dilanjutkan dengan membersihkan dan membenahi pelataran dan susunan batu yang berserakan hingga membenahi pelataran dan susunan batu yang berserakan hingga ke puncak, sesampainya di puncak, mereka menyucikan muka, tangan, dan kaki pada sebuah batu lumpang yang disebut Sanghyang Pangumbaran.

Arca Domas selain dianggap sebagai pancer bumi, juga dianggap sebagai tempat diturunkannya cikal bakal Orang Baduy dan manusia penghuni bumi lainnya. Dikisahkan bahwa bertempat di Sasaka Domas itu Yang Maha Kuasa disebut Nu Kawasa atau dikenal juga dengan Batara Tunggal menciptakan tujuh keturunannya. Salah satu versi mengatakan keturunan tertua yang bernama Batara Cikal identik dengan Nabi Adam yang nantinya menurunkan keturunan Orang Baduy. Sedangkan yang bungsu bernama Batara Tujuh identik dengan nabi Muhammad yang nantinya menurunkan orang-orang di luar Baduy.

Sasaka Domas atau Arca Domas dalam kepercayaan Orang Baduy dianggap juga sebagai tempat berkumpulnya para karuhun (leluhur atau nenek moyang). Para leluhur tersebut selalu memantau dan menjaga anak keturunannya. Mereka sering datang ke kampung-kampung melalui leuweung kolot (hutan tua/primer). Dan leuweung lembur (hutan kampung). Dengan adanya keyakinan ini pula maka konservasi hutan terjaga.

Arca Domas sebagai obyek utama pemujaan dan sebagai tempat yang paling sakral, secara keruangan terletak di sebelah selatan wilayah Baduy, pada lingkungan hutan lindung di gunung Pamuntuan di lereng pegunungan Kendeng. Tidak ada pusat atau tempat kegiatan dan pemukiman lain di sebelah selatan Arca Domas. Bahkan daerah ini terlarang untuk dilewati, sekalipun Orang Baduy sendiri pada sembarang waktu. Keletakkan Arca Domas yang paling sakral di sebelah selatan itu, menyebabkan arah tempat terdapatnya arca tersebut dianggap orientasi yang paling baik atau paling suci dibanding arah-arah lain. Sehingga saya cenderung untuk menyebut selatan sebagai kiblat Orang Baduy. Konsep selatan yang suci ini jelas tergambar pada penataan kawasan Baduy secara keseluruhan dan lingkungan suatu pemukiman. Bahkan dalam berbagai kegiatan upacara adat ataupun konsep selatan tetap menjadi acuan penting.

Pada penataan kawasan Baduy secara keseluruhan makin ke selatan makin sakral. Pada bagian selatan wilayah Baduy ini terdapat tiga pemukiman inti Baduy yang disebut tangtu (sakral), sedang pada arah yang berlawanan tersebar pemukiman panamping (profan). Selain daripada itu, tiga pemukiman tangtu tersebut pun makin ke selatan makin tua dan sakral. Hal ini didasarkan atas urutan keturunan di mana pemukiman atau kampung Cikeusik (paling selatan) sebagai keturunan tertua, kemudian kampung Cikartawana (di tengah) sebagai keturunan kedua, dan kampung Cibeo (paling utara) sebagai keturunan ketiga. Dari segi kesakralannya, khususnya dalam penjagaan adat dan tradisi, makin ke selatan makin tinggi dan kuat. Cikeusik bertugas menjaga kemurnian agama dan pikukuh. Cikartawana bertugas menjaga keamanan dan kesejahteraan kawasan, dan Cibeo bertugas penerima tamu, hubungan masyarakat, dan kepemerintahan. Dilihat dari konturnya pun makin ke selatan makin tinggi; Cikeusik berada pada ketinggian sekitar 450 m, serta Cibeo dan Cikartawana pada ketinggian sekitar 400 m dari permukaan laut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keberadaan tempat ibadah itu bagi orang Baduy adalah bernilai keramat, karena di dalamnya tempat berkumpul atau bersemayam para karuhun atau nenek moyang mereka. Jika ditinjau lebih jauh, kepercayaan masyarakat Baduy tersebut ternyata berkaitan dengan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam

** Jika anda hendak mengutip sebagian atau seluruh isi tulisan dari blog ini, mohon untuk mencantumkan asal rujukannya (baduybantenheritage.blogspot.com). Terimakasih.

1 komentar:

  1. Saya kurang setuju jika makna 7 keturunan diorentasikan ke nabi muhammad. Itu terlalu memaksakan konsep.... kita berhak untuk semskin kuat dalam iman, tpi memaksakan keyakinan kita dg mencampur2 pada keyakinan org lain, saya pikir ini pembodohan.

    BalasHapus