Rabu, 24 Agustus 2011

** Perkawinan Silang

Perkawinan Silang;
Baduy Tangtu dan Baduy Panamping, Orang Baduy dan Orang Luar Baduy

Oleh: K. Muhamad Hakiki

Meskipun secara hirarki masyarakat Baduy terbagi dua (Baduy Tangtu dan Baduy Panamping), akan tetapi dalam pola perkawinannya, masyarakat Baduy, dalam hal ini seorang pemuda atau laki-laki Baduy Tangtu ternyata masih diperbolehkan untuk menikahi gadis atau perempuan Baduy Panamping. Bahkan, meskipun status mereka sudah berubah menjadi warga Baduy Panamping, kedudukan istrinya tersebut dapat diangkat kembali menjadi warga Baduy Tangtu dan mereka  biperbolehkan untuk kembali hidup di wilayah Baduy Tangtu.[1] Akan tetapi sebaliknya, jika gadis atau perempuan Baduy Tangtu menikah dengan pemuda atau laki-laki warga Baduy Panamping, maka status suaminya tidak boleh dibawa dan atau menjadi warga Baduy Tangtu, dan secara otomatis keduanya harus hidup diwilayah Baduy Panamping. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa dalam hal ini, status warga seorang istri harus mengikuti status suaminya.

Selain pola perkawinan silang di atas, ada juga pola perkawinan silang antara orang Baduy dengan orang luar Baduy. Dalam hukum adat Baduy perkawinan seperti itu tidaklah dilarang. Meskipun begitu, aturan adat Baduy secara tegas mengatakan bahwa jika ada orang Baduy—baik laki-laki maupun perempuan—menikah dengan orang luar Baduy, maka ia harus keluar secara resmi dari anggota kesukuannya dengan terlebih dahulu didoakan oleh tokoh adat demi keselamatan dan kebahagiaan rumah tangganya. Ketika sudah resmi keluar dari komunitas Baduy, maka proses perkawinan sudah tidak boleh memakai tatacara Baduy lagi, melainkan tata cara orang luar Baduy sesuai dengan tradisinya.

Praktek Perjodohan

Dalam tradisi hidup ber-rumah tangga masyarakat Baduy, peranan orang tua sangat dominan. Jika salah satu anaknya hendak berkeluarga, maka sang anak tidak diperkenankan menikah tanpa restu atau pilihan orang tuanya. Bagi masyarakat Baduy, praktek pernikahan melalui penjodohan mesih tetap berlaku, bahkan telah menjadi ketentuan adat yang harus diikuti. Karena itu, praktek berpacaran layaknya seperti masyarakat di luar Baduy tidak pernah dikenal.

Ketika saya mencoba membandingkan pola perkawinan antara Baduy Tangtu (Dalam) dan Baduy Penamping (Luar), ternyata ada perbedaan dari sisi perjodohan. Bagi masyarakat Baduy Tangtu, praktek perjodohan masih tetap dipatuhi, dan mereka dilarang untuk melanggarnya. Sedangkan bagi masyarakat Baduy Panamping, praktek perjodohan ini nampaknya lebih longgar. Dalam masyarakat Baduy Panamping, sudah banyak ditemukan pasangan muda-mudi yang menikah berdasarkan hasil pilihannya sendiri, bahkan tanpa melibatkan orang tua. Bahkan pada masyarakat Baduy Panamping sudah dikenal model berpacaran (bobogohan) layaknya seperti masyarakat luar Baduy dengan model yang lebih sederhana.

Meskipun begitu, pada dasarnya semua warga Baduy tetap mementingkan restu orang tua akan pilihan mereka dan hal ini tetaplah menjadi pegangan yang harus dipatuhi. Kondisi yang jauh lebih longgar juga ditemukan pada masyarakat Baduy Dangka.

Meskipun aturan adat prihal bagaimana hubungan antara laki-laki dan perempuan Baduy begitu ketat, akan tetapi warga muda-mudi Baduy tetaplah bergaul satu sama lainnya, layaknya seperti masyarakat luar Baduy. Hanya saja, ketika mereka hendak mengenal seorang gadis Baduy secara lebih dalam untuk dijadikan istri, maka biasanya mereka mengunjungi rumah seorang gadis tersebut secara berkelompok. Hal ini merupakan aturan adat untuk mencegah prilaku yang dilarang dalam ketentuan adat Baduy. Di antara ketentuan adat tersebut mengatakan bahwa seorang laki-laki Baduy yang bukan anggota keluarganya di larang menyentuh—seperti mencium atau lebih dari itu—seorang gadis Baduy. Dan jika hal itu terjadi, maka keduanya akan mendapatkan hukuman adat yang cukup berat.

Dalam masyarakat adat Baduy, ditentukan bahwa antara seorang pria dengan seorang wanita yang belum menikah dilarang berhubungan rapat, termasuk di dalamnya bersentuhan tangan. Karena itu hubungan berpacaran bagi masyarakat Baduy adalah hal yang dilarang oleh adat. Lalu bagaimana jika antara seorang laki-laki berkeinginan mengenal lebih jauh dengan seorang perempuan, aturan adat menentukan bahwa jika ada seorang pria hendak mengenal seorang perempuan atau berkunjung kerumah seorang perempuan tidak dilakukan dengan sendirian, akan tetapi dilakukan dengan  beramai-ramai bersama beberapa orang pria. Ketentuan adat ini diberlakukan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam praktek perjodohan di Baduy Tangtu ini biasanya dilakukan pertama kali oleh orang tuanya, lalu kemudian dilaporkan kepada sesepuh kampung itu sendiri. Dalam ketentuan adat, apabila ada seorang pria yang sudah siap untuk menikah dan membentuk sebuah rumah tangga, maka ia harus membicarakannya terlebih dahulu kepada Puun (ketua suku). Setelah melakukan pembicaraan dengan Puun, maka langkah selanjutnya—jika belum menemukan pasangan—, Puun akan mencarikan jodoh yang sesuai. Setelah proses pencarian jodoh ini selesai, maka Puun pun memberika izin kepada pihak laki-laki tersebut untuk melamar pihak perempuan hasil petunjuk Puun tersebut.

** Jika saudara hendak mengutip sebagian atau seluruh isi tulisan dari blog ini, mohon untuk mencantumkan asal rujukannya (baduybantenheritage.blogspot.com). Terimakasih.


[1] Peristiwa ini pernah dilakukan oleh salah seorang sesepuh (ketua adat) Baduy Dalam sendiri yang bernama Ayah Mursid atau dengan sebutan lain Ayah Alim yang ternyata menikah salah seorang perempuan yang berasal dari Baduy Luar bernama Sani. Perkawinan tersebut masih berlanjut sampai sekarang dan mereka mempunyai empat orang anak.

1 komentar:

  1. Geeks with a Friend: A Video Slot for the Real Money - YouTube
    You won't be able to play this slot if you do not like youtube to mp3 cc this game because this one is quite interesting and easy to play. We like playing this game on a

    BalasHapus